Wednesday, 20 December 2023

Bab 6. PAI SMP Kelas 8 Semester 2. Inspirasi Al-Qur’an Indahnya Beragama Secara Moderat

Tujuan Pembelajaran
  1. Melalui metode tutor sebaya, kalian dapat membaca Q.S. alBaqarah/2:143 sesuai kaidah tajwid, khususnya hukum bacaan nun sukun/tanwin dan mim sukun, dengan  benar serta terbiasa membaca al-Qur’an dengan disiplin.
  2. Melalui teknik pembelajaran the power of two, kalian dapat menghafal Q.S. al-Baqarah/2:143 dan hadis tentang sikap moderat dalam beragama dengan lancar serta terbiasa menghafalkan al-Quran dengan penuh semangat.
  3. Melalui model pembelajaran discovery learning kalian dapat menjelaskan kandungan Q.S. al-Baqarah/2:143 dan hadis tentang sikap moderat dalam beragama dengan benar serta meyakini kebenaran Islam sebagai agama yang mengajarkan sikap moderat 
  4. Melalui model pembelajaran berbasis masalah, kalian dapat menyelesaikan persoalan hubungan intern dan antar umat beragama dalam kehidupan sehari-hari dengan baik serta dapat menjalankan agama secara moderat dalam kehidupan sehari-hari.
  5. Melalui model pembelajaran berbasis produk, kalian dapat menulis Q.S. al-Baqarah/2:143 dan hadis tentang sikap moderat dengan benar dan menyusun pantun yang berisi tentang pentingnya sikap moderat dalam beragama dengan baik serta tertanam sikap saling menghargai perbedaan antar dan intern umat beragama.
Beragama Secara Moderat
Q.S. Al-Baqrah/2:143 ummatan wasatan
Berlaku adil dengan senantiasa menegakkan keadilan dan kebenaran serta membela yang hak dan melenyapkan yang batil.
Bersikap moderat dengan berada di posisi tengah antara kepentingan keduniaan dalam kehidupannya dan kepentingan akhirat saja.
Seorang yang moderat akan menempatkan urusan dunia dan akhirat secara seimbang dan proporsional.
Seorang yang moderat akan tetap berlaku adil terhadap siapapun meskipun pandangan yang berbeda dengan mereka.

Ayo Belajar Membaca Al-Qur’an dengan Fasih!
Siswa yang budiman, pada bab ini kalian akan belajar tentang kaidah bacaan nun mati/tanwin dan mim mati. Setelah mempelajarinya diharapkan kalian dapat membaca Q.S. al-Baqarah/2:143 dengan tartil.
Bacaan Nun Mati atau Tanwin
Nun mati adalah huruf nun dengan harakat sukun. Nun mati tidak bisa dibunyikan kecuali diawali huruf lain. Sementara tanwin adalah nun mati yang bertempat di akhir kata benda (al-ism) yang terlihat apabila dibaca bersambung dengan huruf berikutnya dan hilang ketika dibaca waqaf (berhenti). Tanwin pada dasarnya juga huruf nun mati, tapi dalam bahasa tulis diganti dengan tanwin. Sedangkan jika dibunyikan, fungsinya sama dengan huruf nun mati.

Ada Lima hukum bacaan, jika ada nun mati atau tanwin bertemu dengan salah satu huruf hijaiah. Hukum bacaan itu adalah izhar, izgam, iqlab, dan ikhfa.

1. Izhar
Izhar berarti jelas, terang, dan tampak. Nun mati atau tanwin dibaca iẓhar apabila bertemu dengan huruf ḥalqi, yang berjumlah enam huruf, yaitu hamzah (ء), ha (ه), ain (ع), gain (غ), ha (ح), dan kha (خ). 

Apabila ada nun mati atau tanwin bertemu dengan salah satu di antara huruf ini, maka nun mati atau tanwin itu dibaca jelas. Dengan enam huruf ḥalqi, ini, bacaan ini juga bisa disebut izhar ḥalqi.

Perhatikan beberapa contoh bacaan iẓhar berikut :
يَنْئَوْنَ
عَنْهُمْ
عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ
مِنْ عِلْمٍ
وَانْحَرُ 
مِنْ خَيْرٍ

Izhar Kilmi :
صِنْوَانُ   بُنْيَانُ

2. Idgam Bi Gunnah
Idgam berarti memasukkan sesuatu pada sesuatu. Nun mati atau tanwin dibaca idgam apabila bertemu dengan huruf-huruf idgam yang berjumlah enam huruf, yaitu ya (ي), nun (ن), mim (م), waw (و).

Cara membacanya dibaca dengung (gunnah), yaitu ya (ي), nun (ن), mim (م), waw (و).

Hukum bacaannya dimasukkan ke dalamnya disertai dengung.
Namun bacaan  idgam bi gunnah memiliki syarat, yaitu apabila terjadi di dua kata.

Perhatikan beberapa contoh bacaan idgam bi gunnah berikut :
وَنُوْحًا وَالَ -  بِخَيْرٍ مِنْ -  مِنْ نَصِرِينَ  - مَنْ يَقُولُ

Jika terjadi dalam satu kata maka nun matinya dibaca terang. Bacaan terang ini disebut dengan iẓhar kilmi.

3. Idqom Bila Gunnah
Sebagian huruf-huruf idgam lainnya dibaca tanpa dengung (bi la gunnah), yaitu (ل) dan ra (ر ). Hukum bcaannya disebut bi la gunnah. Huruf nun mati atau tanwin yang bertemu dengan huruf-huruf ini dimasukkan ke dalamnya disertai dengan dengung.

Perhatikan beberapa contoh bacaan idgam bi la gunnah berikut :
 مِنْ رَّبِّهِمْ -  مِنْ لَدُنْكَ

4. Iqlab
Iqlab berarti mengubah bentuk sesuatu dari asalnya. Yakni Nun mati atau tanwin dibaca iqlab apabila bertemu dengan huruf ba (ب). 
Cara membaca bacaan iqlab adalah dengan mengubah nun mati atau tanwin menjadi mim (م) dengan disertai dengung.

Perhatikan beberapa contoh bacaan iqlab berikut :
مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ
ذُرِّيَّةٌ بَعْضُهَا

5. Ikhfa'
Ikhfa' berarti menutupi atau menyembunyikan. Nun mati atau tanwin dibaca ikhfa' apabila bertemu dengan 15 huruf ikhfa', yaitu Ta (ت), Tsa (ث), Jim (ج), Dal (د), Dzal (ذ), Zai (ز), Sin (س), Syen (ش), Shod (ص), Dhod (ض), Tho' (ط), Dho' (ظ), Fa (ف), Qof (ق), dan Kaf (ك). 

Cara membaca bacaan ikhfa' adalah dengan menyembunyikan huruf nun mati atau tanwin yang bertemu dengan huruf-hurus tersebut (dibaca samar).

Perhatikan beberapa contoh bacaan ikhfa' berikut :
ذُرِّيَّةٌ طَيِّبَةً
مِنْ لَّدُنكَ
عِنْدَهَا
أُنثَى
إِنْ كُنْتُمْ

Bacaan Mim Mati
Apabila ada mim mati bertemu dengan salah satu huruf hijaiyah, maka ada tiga macam hukum bacaan, yaitu ikhfa’ syafawi, idgam mislain, dan iẓhar syafawi.

Ada 3 bacaan Huruf Mim Mati :
1) Ikhfa’ syafawi.
Ikhfa’ berarti menutupi atau menyembunyikan, sedangkan syafawi berarti bibir. Disebut ikhfa’ syafawi apabila ada huruf mim mati bertemu dengan huruf ba (ب). Cara membacanya huruf mim mati disembunyikan dengan dibaca samar antara jelas dan berdengung.

Perhatikan contoh bacaan mim mati berikut!

Contoh bacaan Ikhfa’ syafawi :
تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ

2) Idgam mislain.
Idgam berarti memasukkan, sementara mislain artinya sama. Disebut idgam mislain apabila ada huruf mim mati bertemu dengan sesama huruf mim. Cara membacanya huruf mim pertama dimasukkan ke dalam huruf mim kedua.

Contoh bacaan Idgam Mislain :
وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ

3) Izhar syafawi.
Izhar berarti jelas, terang, dan nampak, sementara syafawi berarti bibir. Disebut dengan bacaan Iẓhar syafawi apabila ada huruf mim mati bertemu dengan huruf selain ba (ب) dan mim (م). 
Cara membacanya, huruf mim mati dibaca jelas.

Contoh bacaan Izhar syafawi :
لَهُمْ فِيْهَا

Setelah membaca kaidah tajwid tentang bacaan nun mati/tanwin dan mim mati, tentu kini kalian sudah memahami cara membacanya. 
Sekarang, praktikkan dalam bacaan Q.S. al-Baqarah/2:143 berikut :


Artinya :
143. "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia."

Ayo Belajar Menulis dan Menghafal Al-Qur’an
Siswa yang budiman, sekarang kalian hafalkan Q.S. al-Baqarah/2:143 tersebut. Setelah kalian hafal, lengkapilah ayat berikut!. Sambil melengkapi ayat, kalian dapat berlatih menulis sambil memperkuat hafalan.


Ayo Belajar Menerjemahkan!
Setelah mampu membaca, menghafal, dan menulis dengan benar, tahapan belajar selanjutnya adalah mengetahui artinya. Bacalah terjemah Q.S alBaqarah/2:143 berikut! Kemudian isilah kolom kosa kata dibawahnya untuk mengetahui arti kata-kata kunci pada ayat-ayat tersebut!

Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia. (Al-Baqarah/2:143)

Ayo Belajar Memahami Kandungan Ayat!
Siswa yang budiman, kata kunci dalam memahami ayat ini terdapat pada kalimat “ummatan wasaṭan” yang berarti umat pertengahan, dan Allah SWT menyatakan bahwa Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan”. Ayat ini menunjukkan bahwa ajaran Islam bersifat wasath (moderat), sehingga umat yang mengamalkan ajaran islam adalah umat moderat.

Dalam Tafsir Lengkap Kemenag pada Qur’an Kemenag in Word ada dua sifat yang digambarkan melekat pada ummatan wasaṭan. Pertama, ummatan wasaṭan digambarkan sebagai umat yang berlaku adil dengan senantiasa menegakkan keadilan dan kebenaran serta membela yang hak dan melenyapkan yang batil. Kedua, ummatan wasaṭan digambarkan sebagai umat yang berada di posisi tengah antara orang-orang yang mementingkan keduniaan dalam kehidupannya dan orang-orang yang mementingkan akhirat saja.

Umat yang adil
Adil memiliki tiga dimensi makna, yakni kesamaan, keseimbangan, dan proporsional. Adil dalam makna kesamaan berarti memberikan perlakuan yang sama dalam menegakkan aturan kepada semua orang tanpa membedakan latar belakang agama, sosial, ekonomi, maupun politik.
Meskipun berbeda agama, status sosial, ekonomi, pilihan politik, bahkan ada ketidaksukaan ataupun ketidakcocokan terhadap seseorang, tidak boleh dijadikan alasan untuk memberikan perlakuan yang berbeda. Semua harus diperlakukan secara sama sesuai ketentuan aturan yang berlaku.

Meskipun demikian adil tidak harus selalu sama. Ada adil dalam dimensi keseimbangan. Misalnya memberikan fasilitas khusus kepada penyandang disabilitas di sekolah, seperti jalur khusus untuk kursi roda. Fasilitas ini bukan berarti perlakuan yang tidak adil, melainkan agar terjadi keseimbangan antara peserta didik yang berkebutuhan khusus dengan yang tidak berkebutuhan khusus sehingga sama-sama terlayani dengan baik.

Sementara adil dalam makna proporsional berarti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya atau memberikan setiap hak kepada pemiliknya. Misalnya memberikan kesempatan lebih dulu kepada orang yang datang lebih awal, memilih pengurus OSIS karena kemampuannya, atau menetapkan juara lomba berdasarkan raihan nilai tertinggi.

Umat yang moderat
Posisi tengah antara mementingkan kepentingan dunia dan akhirat, sebagaimana tafsir Q.S. Al-Baqarah/2:143, dapat diartikan sebagai sebagai sikap moderat. Moderat berarti menghindari perilaku atau pengungkapan yang ekstrem. Sedangkan ekstrem sendiri berarti sikap yang sangat keras atau fanatik. Sifat ummatan wasaṭan sebagaimana terdapat dalam Q.S. AlBaqarah/2:143 adalah sikap moderat.

Dengan bersikap moderat, seorang muslim tidak akan hanya bersandar pada kebendaan dan melupakan hak-hak ketuhanan. Akan tetapi seorang muslim juga tidak akan berlebih-lebihan dalam soal agama sehingga melepaskan diri dari segala kenikmatan duniawi. Seorang muslim yang moderat akan berada di jalan tengah dengan menyeimbangkan keduanya. Ia tidak akan ekstrem pada dunia, juga tidak ekstrem pada akhirat saja.

Dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas (no. 4982), diceritakan bahwa Rasulullah Saw pernah menjenguk seorang sahabat yang sedang sakit. Rasulullah Saw bertanya, “Apakah kamu berdoa atau meminta sesuatu kepada Allah?” Ia berkata, “Ya, aku berdoa kepada Allah. Aku berdoa, Ya Allah siksa yang kelak engkau berikan di akhirat, segerakanlah untukku di dunia.” 

Rasulullah Saw bersabda, “subhānallah, kamu tidak akan mampu menanggungnya. Mengapa kamu tidak mengucapkan, rabbanā ātinā fi al-dunya ḥasanah wa fi al-ākhirati ḥasanah wa qinā ażā ba al-nnār (Ya Tuhan kami, berikan kepada kami di dunia kebaikan dan di akhirat kebaikan dan peliharalah kami dari azab neraka).”

Memisahkan sesuatu yang bersifat duniawi atau kebendaan dari agama disebut dengan sekuler. Sedangkan berlebih-lebihan dalam agama dikenal dengan istilah guluw (melampaui batas). Keduanya, baik sekuler ataupun melampaui batas dalam beragama sama-sama berada pada sikap ekstrem. Sikap ini tentunya tidak sesuai dengan semangat ummatan wasaṭan dalam Q.S. Al-Baqarah/2:143 yang mengajarkan umat Islam untuk mengambil jalan tengah di antara dua kutub ekstrem.

Terkait dengan jalan tengah tersebut, rasulullah saw. juga bersabda sebagai berikut :
َ

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Amal seseorang tidak akan pernah menyelamatkannya”. Mereka bertanya: “Engkau juga, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Begitu juga aku, kecuali jika Allah melimpahkan rahmat-Nya. Maka perbaikilah, tetapi jangan berlebihan, bersegeralah di pagi dan siang hari. Bantulah itu dengan akhir-akhir waktu malam. Berjalanlah pertengahan, berjalanlah pertengahan agar kalian mencapai tujuan.”

Hadis tersebut mengajarkan agar umat Islam tidak berlebih-lebihan dalam menjalankan amal ibadahnya. Ia harus bisa menyeimbangkan dunia dan akhiratnya. Rasulullah Saw mengajarkan agar bekerja giat di pagi dan siang hari serta beribadah secara khusyuk di akhir waktu malam.

Rasululullah juga secara langsung memerintahkan umat Islam agar berjalan di jalan pertengahan dalam mencapai tujuannya. Artinya agar bersikap moderat dalam segala hal.

Para sahabat dan tabiin pun mempraktikkan Islam secara moderat. Banyak ungkapan yang dipublikasikan terkait dengan ekspresi sikap moderat para sahabat dan tabiin. Di antaranya adalah “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati besok”. Ada juga ungkapan “sebaikbaik perkara adalah yang tengah-tengah”. Munculnya ungkapan-ungkapan ini didasari atas semangat Islam moderat dalam kehidupan sehari-hari.

Siswa yang budiman, adil dan moderat memiliki keterkaitan makna yang sangat erat. Seseorang yang memiliki sifat moderat ia akan berlaku adil. Seorang moderat akan menempatkan urusan dunia dan akhirat secara seimbang dan proporsional. Sepenting apapun urusan dunia, ia tidak akan melupakan akhirat. Misalnya pada saat kegiatan OSIS atau kepanduan di luar sekolah, seorang siswa muslim yang moderat tidak akan melalaikan kewajiban untuk menjalankan salat lima waktu.

Sebaliknya, sekuat apapun keyakinan terhadap agama tidak akan menyebabkan ia melupakan tanggung jawab dunianya. Misalnya pelaksanaan salat berjamaah di masa pandemi covid-19. Walaupun sunahnya salat berjamaah adalah dengan merapatkan ṣaf salat, salat tetap harus mempertimbangkan protokol kesehatan dengan menjaga jarak antar jamaah. Ini dilakukan dalam rangka memutus penyebaran virus covid-19 di antara para jamaah salat.

Demikian halnya dengan perilaku adil. Orang bisa berlaku adil apabila ia memiliki sikap moderat. Seorang moderat akan tetap berlaku adil terhadap siapapun meskipun memiliki pandangan yang berbeda dengan mereka. Misalnya seorang peserta didik yang tetap menjaga pertemanan dan silaturrahmi dengan teman-temannya yang berbeda agama ataupun berbeda cara menjalankan agamanya.

Sejarah Pancasila dan sikap moderat para pemimpin umat Islam
Siswa yang budiman, pada waktu Pancasila sedang didiskusikan di Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), negara-negara di dunia berada pada dua titik ekstrem. Sebagian negara menganut paham sekuler seperti negara-negara Barat. Mereka memisahkan urusan agama dengan negara. Sebagian lainnya menjadikan agama sebagai dasar negara seperti beberapa negara di Timur Tengah. Mereka memandang bahwa agama mengatur semua urusan negara.

Tarik menarik itu pun terjadi di BPUPKI. Para pemimpin yang mewakili umat Islam, menginginkan agar Islam dijadikan sebagai dasar negara. Alasannya dikarenakan mayoritas rakyat Indonesia beragama Islam. Selain itu Islam sebagai dasar negara juga sudah dipraktikkan dalam kerajaankerajaan
Islam di Indonesia. Namun sebagian menginginkan agar Indonesia didirikan sebagai negara sekuler yang tidak berdasarkan pada agama.

Di tengah tarik menarik dua kutub ekstrem itu, Piagam Jakarta ditawarkan sebagai jalan tengah. Jalan tengah itu adalah dengan menempatkan kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada poin pertama Piagam Jakarta. Dengan poin tersebut Indonesia bukanlah sebuah negara sekuler, bukan pula negara agama. Melainkan negara kebangsaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Para pemimpin umat Islam saat itu menyepakati jalan tengah yang dirumuskan bersama dengan elemen bangsa yang lain. Para pemimpin umat Islam menyadari bahwa Islam mengajarkan sikap moderat dalam beragama. Karena itulah mereka menyepakati Piagam Jakarta yang menawarkan jalan tengah sebagai dasar negara. Bukan sekularisme yang memisahkan agama dengan negara, bukan pula berbentuk negara agama.

Poin-poin Piagam Jakarta kemudian dimasukkan dalam pembukaan UUD 1945 yang dibacakan pada waktu proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Namun sore hari setelah proklamasi kemerdekaan, ada aspirasi dari wilayah timur Indonesia, khususnya dari masyarakat Protestan dan katolik, yang merasa keberatan dengan kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dalam Pembukaan UUD 1945. Aspirasi itu disampaikan oleh Wakil Presiden Muhammad Hatta kepada para pemimpin umat Islam, yaitu Ki Bagoes Hadikoesumo, Wachid Hasyim, Kasman Singodimedjo, dan Teuku Hasan.

Demi persatuan bangsa Indonesia yang baru saja diproklamirkan, para pemimpin umat Islam itu pun menyetujui aspirasi itu. Tujuh kata yang dipersoalkan oleh masyarakat Protestan dan Katolik di wilayah
timur Indonesia itu pun diganti menjadi “Yang Maha Esa” sehingga berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Jadilah Pancasila dengan lima sila seperti yang selalu kalian baca pada waktu upacara bendera.

Sikap para pemimpin umat Islam ini menunjukkan cara beragama yang moderat. Mereka tidak bersikap ekstrem dengan kepentingan umat Islam yang diwakilinya. Para pemimpin umat itu juga tidak serta merta mengabaikan kepentingan umat yang dipercayakan kepada mereka. Mereka mengambil jalan tengah yang moderat demi cita-cita bersama, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Oleh karena sikap beragama yang moderat inilah, bangsa Indonesia yang majemuk bisa hidup secara harmonis seperti sekarang ini. Salah satu contohnya adalah keharmonisan masyarakat Kampung Puncak Liur, Desa Ranamese, Kecamatan Sambirampas, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur sebagaimana sudah kalian baca di rubrik Mari Bertafakur. Masih banyak contoh lainnya di kampung-kampung di seluruh penjuru tanah air yang juga mempraktikkan kehidupan keberagamaan yang moderat sehingga bisa hidup berdampingan secara harmonis.

Tanpa sikap moderat yang dihadirkan oleh para pemimpin umat Islam di BPUPKI, keharmonisan seperti itu mustahil terjadi. Dengan demikian, cara beragama yang moderat seperti yang dicontohkan para pemimpin umat Islam di masa lalu itu harus kita teladani bersama sehingga umat beragama dapat hidup berdampingan secara damai dan harmonis.
==
Previous Post
Next Post

0 comments: